"Nama Kyai Haji Ali Maksum, nama aslinya hanya Ali, sedangkan nama Ali Maksum merupakan gabungan dari Nama ayahnya. KH. Ali Maksum (Ma'shum) di kenal sebagai pengasuh PP. Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, juga gurunya para intelektual muslim, di antara para intelektual itu adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Chalil Bisri, KH. Masdar Farid Mas'udi, KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dll. Sejak tahun 1970 M. beliau telah memangku jabatan Rois Syuriah PWNU Yogyakarta. Kemudian beliau terpilih sebagai Rois Aam PBNU dalam Musyawaroh Alim Ulama' NU di Kaliurang Yogyakarta pada tahun 198I M. Menggantikan posisi KH. Bisri Syansuri yang telah wafat di tahun 1980 (kewafatan Kyai Bisri kurang dari setahun setelah menjadi Rois Aam PBNU pada Muktamar di Semarang Jawa Tengah) Dan pada Muktamar ke-27 tahun 1984 M. di Situbondo KH. Ali Maksum terpilih sebagai penasihat (mustasyar) PBNU sampai wafat".
KH. Ali Maksum di masa kecil.
KH. Ali Maksum adalah putra pertama dari perkawinan KH. Ma'shum bin KH. Ahmad Abdul Karim dengan Nyai. HJ. Nuriyah binti KH. Muhammad Zein Lasem Jawa Tengah. KH. Ali Maksum lahir pada tanggal 2 Maret 1915 di DS. Soditan Lasem Kab. Rembang. Di tengah gencarnya kaum pembaharu (modernis) melancarkan serangan terhadap keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang di pandang menghambat kebebasan berijtihad, mengembangkan pemikiran.
KH. Ali Maksum masih keturunan ulama' yang bernama Sayid Abdurrahman (Pangeran Kusumo bm Pangeran Ngalogo (Pangeran Muhammad Syihabuddin Sambu Digdadiningrat/ Mbah Sambu) dari garis keturunan ini banyak melahirkan anak keluarga pesantren yang tersebar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nasab KH. Ali Maksum dari jalur ayah keatas sampai kepada baginda nabi Muhammad saw. Silsilahnya sebagai berikut:
- KH. Ali Maksum (Krapyak) beliau putra:
- KH. Ma'shum (Lasem) beliau putra:
- Mbah Ahmad beliau putra:
- Abdul Karim beliau putra:
- Mbah Zaid (lurah Ngemplak) beliau putra: Sayid Jarum beliau putra:
- Sayid Muzahid (pereng) beliau putra: Sunan Sunongko beliau putra:
- Sunan Jejeruk (Mbah Jeruk) beliau putra: Abdurrohman (Sultan Minangkabau) beliau putra:
- Ainul Yaqin (Sunan Giri) beliau putra: Maulana Ishaq beliau putra:
- Maulana Ibrahim beliau putra: Jamaluddin beliau putra:
- Ahmad Shah beliau putra:
- Abdul Khan beliau putra:
- Abdul Malik beliau putra:
- Alwi beliau putra:
- Ali beliau putra:
- Muhammad beliau putra:
- Alwi beliau putra:
- Muhammad beliau putra:
- Alwi beliau putra:
- Ubaidillah beliau putra:
- Ahmad Muhajir beliau putra:
- Isa Annaqib beliau putra:
- Muhammad An Naqib beliau putra:
- Ali Al Uraidhi beliau putra:
- Ja'far Ash Shodiq beliau putra:
- Muhammad Al Baqir beliau putra:
- Ali Zainal Abidin beliau putra:
- Sayid Husain beliau putra:
- Sayidah Fatimah beliau putri:
- Baginda Nabi Muhammad SAW.
Keluarga KH. Ali Maksum sejak dahulu, Zaman para kakeknya sampai zamannya merupakan keluarga besar yang kehidupan sehari-hari tidak lepas dari nilai-nilai agama. Sang Ayah KH. Ma'shum Ahmad (di kenal Mbah Ma'shum) adalah Pendiri pesantren Al Hidayah dj Ds. Soditan, Lasem, Kab. Rembang. Sejak kecil Kyai Ali belajar dan terdidik di bawah pengawasan sang ayah sendiri, Yang mana saat itu menjadi salah satu pusat rujukan para santri di berbagai daerah. Lebih-lebih dalam pengajaran kitab A1 Fiyyah Ibni Malik beliau di ajar ayahnya kitab Ibnu Aqil (fan ilmu di bidang N ahwu, Shorof) Balaghoh. Dan kitab Jam'ul Jawami'. Sang ayah berharap kelak anaknya Ali menjadi sosok yang alim lebih-lebih dalam fan Fiqih. Sehingga sang ayah mengajarkan Ali kecil setiap harinya dengan kitab-kitab fiqih. Namun kecendrungan Ali kecil lebih senang mempelajari kitab-kitab Nahwu dan Shorof. Kemudian Kyai Ali muda belajar di beberapa pesantren di antaranya:
Pendidikan
- a. Pesantren di daerah Pekalongan.
Setelah Ali kecil di didik secara di siplin oleh sang ayah KH. Ma'shum Ahmad kemudian beliau belajar di pesantren yang berada di daerah Pekalongan Jawa Tengah di bawah asuhan KH. Amir.
- b. Di pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur.
Pada saat itu pesantren Tremas yang berada di pelosok Pacitan dan hanya dapat di capai dengan jalan kaki beberapa lama ini merupakan pesantren besar dan terkenal se Nusantara. Di sebabkan ada tiga faktor pendukung:
- Faktor Pertama: Pesantren Tremas secara tegas menolak dan menentang penjajah Belanda juga menghindari dari berbagai pengaruh budayanya.
- Faktor kedua: sebagian besar ahli bait (keluarga) pesantren Tremas sosok yang alim allamah, sehingga saat itu pesantren Tremas merupakan gudangnya ilmu agama, bukti kealiman mereka adalah terukir dalam sejarah dengan di lahirkannya Syaikh Mahfudz At Tarmasi (wafat di Makkah 1918 M) Syaikh Mahfudz merupakan kakak dari KH. Dimyati, Syaikh Mahfudz adalah ulama' besar di Tanah Suci Makkah beliau penulis produktif dan guru besar di bidang ilmu Al Hadits Shahih Bukhari serta di beri hak untuk mengajar di Masjidil Haram.
- Faktor ketiga: kegiatan ilmiah di Tremas saat itu sudah intensif dan terorganisir dengan baik, sebab mendapatkan dorongan sepenuhnya dari para kyai dan keluarga. Bahkan kehebatan ilmiyah yang di kembangkan pesantren Tremas bisa mendirikan "Madrasah kontroversial" di dalam pesantren pada tahun 1928 M. yang di dirikan seorang santri senior yang bernama Sayid Hasan Ba'bud. Dengan menggunakan tenaga pengajar yang kesemuanya dari luar pesantren. kitab-kitab yang di ajarkan di pesantren Tremas sangat bervariasi contoh kecil: Fathul Muin, Tafsir Jalalain, Minhajul Qowirn, Al Asybah Wannadlair, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Al Fiyyah Ibnu Malik dll. Pembahasan kitab di lakukan di malam hari. Di sisi lain di dukung oleh kebijakan kyai yang memberi kesempatan pada semua santri senior yang mampu untuk mengajari santri adik kelasnya. Sehingga suasana seperti itu akan menumbuhkan semangat para santri untuk berkompetisi di bidang keilmuan agama Islam.
Melihat kondisi pesantren Tremas semakin maju dan pesat, maka pada tahun 1927 M. Ali Maksum di kirim ke pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur untuk memperdalam ilmu agama kepada KH. Dimyati, Ali Maksum secara istimewa di minta untuk tidak tinggal di kamar-kamar santri pada umumnya, namun dikomplek ''ndalem'' yaitu komplek keluarga KH. Dimyati, satu kamar dengan Gus Muhammad putra putra Syeikh Mahfudz At Tarmasi. Keistimewaan ini mungkin merupakan rasa hormat KH. Dlmyati kepada KH. Ma'shum Ahmad, sebab di kalangan para kyai ada semacam tradisi saling menitipkan pendidikan putra kepada kyai lain. Dalam hal ini, KH. Ma'shum Ahmad menitipkan putranya yang bernama Ali kepada KH. Dimyati Tremas, di sisi lain KH. Dimyati sendiri menitipkan putranya yang bernama Gus Hamid Dimyati dan Habib Dimyati, kepada KH. Ma'shum Ahmad di pesantren Al Hidayah Lasem Jawa Tengah. Saat nyantri di pesantren Tremas Ali Maksum di antara para santri yang pandai, dan beliau sudah menampakkan bakat keulama'annya. Hal ini bukan di sebabkan oleh kebesaran nama sang ayah. Namun di sebabkan kepandaian otak, kerajinan dan semangat beliau dalam mempelajari ilmu agama.
Menurut saksi mata, sebagaimana yang Ali Sebutkan oleh KH. Habib Dimyati, Bahwa Ali Maksum saat nyantri tidak pernah lepas dari kitab-kitab besar, semangat belajarnya luar biasa melampaui usianya yang masih muda. Beliau sedikit sekali tidur sampai larut malam, sehingga tidaklah aneh jika kamarnya terlihat tidak rapi, karena di sana sini banyak kitab-kitabnya berserakan dalam keadaan terbuka. Menurut Gus Muhammad (putra Syaikh Mahfud At Tarmasi) yang satu kamar banyak belajar dan berguru kepada Ali Maksum dalam hal membaca kitab kuning. Maklum, meskipun telah lama bermukim di Makkah Gus Muhammad lebih mengkhususkan diri dalam mempelajari pada ulumul Qur'an. Saat nyatti di T remas Ali Maksum tidak hanya mempelajari kitab-kitab mu'tabar karya ulama' salaf sebagaimana yang di ajarkan oleh kyainya, namun beliau juga mempelajari berbagai kitab-kitab karya ulama' lain pembaharu seperti kitab Tafsir Al Manar karya dari Syaikh Rasyid Ridlo murid dari Syaikh Muhammad Abduh, kitab Tafsir Al Maraghi, kitab Fatawa tulisan ibnu Taimiyah, tulisan-tulisan Ibnul Qoyyirn dan kitab-kitab baru lainnya. padahal kitab tersebut menjadi larangan kyai di beberapa pesantren untuk di baca dan di pelajari.
Kitab-kitab pembaharu tersebut di dapat Ali Maksum dari kiriman teman-temannya di Masjidil Haram, santri ayahnya, dan keluarga Tremas yang pulang dari pergi haji. KH. Dimyati sendiri selaku pengasuh sebenarnya sudah mengetahui akan hal itu apalagi Ali Maksum tinggal di komplek dalem, namun beliau tetap mendiamkannya, karena Ali Maksum di pandang telah memiliki dasar-dasax akidah yang kuat dan pandangan yang luas dan telah menguasai berbagai di siplin ilmu, bahkan dengan memperluas pandangannya dengan kitab kitab tersebut tentu di butuhkan sebagai perbandingan, barangkali referensinya yang luas inilah yang menjadikan sosok beliau menjadi berwibawa dan berpandangan luas. Dalam bersikap lebih moderat bila di bandingkan dengan para kyai pesantren lainnya. Ali Maksum saat nyantri gemar mempelajari ilmu tafsir Al Qur'an, yang kelak mengantarkan beliau menjadi ulama' ahli tafsir terkemuka di Indonesia. Demikian pula dalam ilmu bahasa Arab, beliau menguasai kitab-kitab Nahwu tingkat tinggi seperti kitab Dahlan Asymuni, Alfiyyah Ibni Malik dan Syawahidnya, sehingga di kemudian hari mengantarkannya menjadi ulama' ahli bahasa Arab yang terkenal. Julukan "Munjid" berjalan untuk KH. Ali Maksum menunjukkan penguasaan beliau dalam bahasa "Arab" beserta cabang-cabangnya. Berkat keistiqomahan dan ketekunan beliau inilah yang mengantarkan KH. Ali Maksum berhasil menciptakan metode baru dalam pembelajaran ilmu shorof yang di nilai cukup praktis dan efektif, yang kemudian di beri judul "As Shorful Wadlih" metode ini berbeda dengan metode shorof yang sudah ada saat ini. Misalnya metode tashrif Susunan KHM. Maksum bin Ali dari Jombang dalam risalahnya yang berjudul "Al Amtsilah At Tashrifiyyah". Kesukaan lain KH. Ali Maksum di bidang keilmuan adalah menghafal dan mempelajari syi'irsyi'ir dan butir-butir kalam hikmah yang sangat berguna kelak ketika menjadi seorang ulama besar. Di mana setiap ada kesempatan dalam berpidato, berceramah, mengajar dll. Sering keluar dari mulut beliau untaian kalam hikmah dan syi'ir tersebut.
KH. Ali Maksum sejak muda tidak gemar berpuasa, tirakat, ngerowot dll beliau memiliki kesukaan musik, beliau juga suka memukul-mukul daun pintu atau apa saja yang di temui dengan ujung jarinya untuk mengiringi alunan nyayian, dan bahkan menyukai lagu-lagu berbahasa inggris yang di iringi musik jazz. Kegemaran itu juga terbawa di saat beliau sudah menjadi Kyai besar menjadi pengasuh PP. Krapyak, di mana lagu-lagu jazz tersebut sering di putar dan di dengarkan di dalam kamar pribadinya sambil beliau di pijiti para santri. Bahkan terkadang suaranya sampai keluar melalui Mic Speaker sehingga para santri ikut menikmati lagu-lagu tersebut. Dalam bidang olahraga, KH. Ali Maksum sama sekali tidak memiliki kegemaran, kecuali gemar membersihkan lingkungan pesantren dari daun-daun kering, mengambil kertas-kertas bekas dan sampah kering lainnya. Berbeda dengan Gus Hamid (kelak KH. Hamid Pasuruan) yang gemar main sepakbola. Melihat Ali Maksum rajin dan tekun belajar, di samping kedalaman dan keluasan ilmunya, beliau di percaya oleh KH. Dimyati untuk mengajar para santri dalam usia yang masih muda. Dalam menjalankan tugas mengajar, beliau sangat menguasai kitab yang beliau ajarkan kepada santri. Bersikap tegas, di siplin dan simpatik. Oleh karena itu beliau memperoleh kedudukan yang terhormat di kalangan keluarga pesantren dan santri.
Di kalangan para santri, teman dan keluarga pesantren, Ali Maksum merupakan simbol keteladanan beliau bersama-sarna Gus Hamid Dimyati, Gus Rohmat Dimyati dan Gus Muhammad bin Syaikh Mahfudz At Tarmasi sangat di kenal dengan sebutan "Empat Serangkai" sebab dari mereka ini muncul ide-ide bagus untuk memajukan dan mengembangkan pesantren Tremas. Di antaranya adalah ide dari Ali Maksum tentang perlunya menerapkan sistem madrasah dalam sistem pendidikan pesantren Tremas, dengan tenaga pengajar dari dalam pesantren Sendiri, Semula ide tersebut di tolak oleh KH Dimyati, sebab trauma dengan pendirian madrasah kontroversial oleh Sayid Hasan Ba'bud. Setelah konsep dan ide tersebut di pandang jelas dan mendukung kemajuan pesantren, kemudian KH. Dimyati mengizinkan berdirinya madrasah tersebut. Sedangkan Ali Maksum sebagai pemimpinnya. Tentu saja dalam kesempatan ini di pergunakan dengan sebaik-baiknya oleh beliau, yang saat itu masih berusia 19 tahun. Untuk melakukan pembaharuan di bidang metode pengajaran dan kurikulumnya, di antaranya dengan cara memasukkan kitab-kitab baru karya ulama' modern ke dalam kurikulumnya, seperti kitab Qoriatur Rosidah, an Nahwu Al Wadlih dll. Setelah Ali Maksum boyong (pulang kerumah) Lasem. Pemimpin madrasah di serahkan kepada Gus Hamid Dimyati.
- c. Membina keluarga dan di Tanah Suci Makkah.
Setelah Ali Maksum belajar di pesantren Tremas dan kembali ke Lasem Jawa Tengah pada tahun 1935 M. KH. Ali Maksum membantu sang ayah KH. Ma'shum Ahmad untuk mengajar santri pesantren Al Hidayah, terutama tentang di siplin ilmu bahasa Arab dan Tafsir Al Qur'an yang menjadi kegemaran beliau saat nyantri di Tremas. Di samping mengajar KH. Ali Maksum juga menyempurnakan sistem pendidikan dan pengajaran. Semangat pembaharuan mulai beliau tiupkan, dan ternyata mendapatkan dukungan dari berbagai pihak lebih-lebih dari keluarga. Sebab pembaharuan yang di tetapkan sama sekali tidak mengancam keberadaan pesantren dan sistem semula. Namun Justru menguatkannya. Pembaharuan yang beliau lakukan tetap berpedoman pada prinsip Al Muhafadatu Alal Qodimis Sholih, wal akhdu bil jadidil ashlah (mempertahankan tradisi lama yang masih baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).
Pada tahun 1938 M. KH. Ali Maksum menikah dengan Neng Hasyimah putri KH.M. Munawwir Krapyak Jogja. Awal mula cerita KH. Ali Maksum bisa menikahi Nyai Hasyimah binti KH. M. Munawwir Krapyak Jogja sebagai berikut: Saat itu KH. Ma'shum Ahmad dan KH. Munawwir berbincang-bincang tentang bagaimana mengembangkan wawasan yang ada dalam kitab kuning di pesantren Krapyak yang kini di kenal dengan nama PP. Al Munawwir. wawasan kitab kuning di perlukan di pesantren karena selama ini di pesantren tersebut fokus pengajiannya kepada hafalan Al Qur'an. Dari percakapan ini KH. Munawwir meminta kepada KH. Ma'shum Ahmad Supaya di beri bibit untuk mengomandani ' perkembangan ilmu-ilmu kitab kuning tersebut Dan di sepakatilah rencana untuk berbesanan antara keduanya. KH. Ma'shum Ahmad dan KH. Munawwir sendiri sebelumnya telah mengenal akrab saat belajar di PP. Jamsaren Solo di bawah asuhan KH. Idris dan juga di PP. Kademangan Madura di bawah asuhan KH. Kholil Bangkalan. Beberapa hari setelah pernikahan. Ada seseorang yang bernama H. Junaid dari Kauman Yogyakarta melalui KH. Ma'shum Ahmad sang ayah menawarkan tiket gratis kepada KH. Ali Maksum untuk menunaikan ibadah haji. Selang sebulan, kemudian KH. Ali Maksum berangkat ke akkah melewati pelabuhan Semarang, dari kesempatan berupa tawaran beribadah haji ini, sekaligus di gunakan KH. Ali Maksum untuk menuntut ilmu di Tanah Suci, beliau di sana berguru kepada:
- Sayid Alwi Abbas Al Maliki. Sayid Alwi Abbas Al Maliki merupakan ayah Sayid DR. Muhammad Alwi Abbas Al Maliki untuk belajar kitab Al Luma' dll.
- Saikh Umar Hamdan. KH. Ali Maksum berguru kepada Syaikh Umar Hamdan untuk mengaji kitab Shahih Bukhari dan kitab Al Hadits lainnya.
Saat di Tanah Suci KH. Ali Maksum juga memperluas wawasan dengan mengkaji kitab-kitab kaum modernis seperti karya Muhammad Abduh. M. Rasyid Ridha, Jalaluddin Al Afghani dll. Selama dua tahun di Makkah KH. Ali Maksum dua kali menunaikan haji, selama di Tanah Suci tersebut Ali Maksum berhubungan dengan para guru terkemuka, para pelajar, dan jama'ah haji Indonesia. Pada jama'ah haji yang di kenalnya beliau menitipkan kitab -kitabnya untuk di bawa ke Lasem, terutama kitab baru tulisan para ulama' pembaharu. Setelah di anggap cukup menuntut ilmu di Tanah Suci Makkah, kemudian beliau lebih memfokuskan untuk mengembangkan ilmu di masyarakat dan kembali untuk keluarga beliau yang selama di telah terbina.
Dari pernikahan KH. Ali Maksum dengan Nyai HJ. Hasyimah Munawwir telah di katuniai 8 (delapan) anak. Mereka adalah:
- Adib (wafat di saat masih kecil).
- KH. Atabik Ali.
- H. Jirjis Ali .
- Nyai Hj. Siti Hanifah Ali.
- Nyai Hj. Durroh Nafisah Ali (istri KH. Nasikh bin KH. Abdul Hamid Pasuruan).
- Nafi‘ah (meninggal di saat masih keci1).
- M' Rifqi Ali (Gus Kelik).
- Hj. Ida Rufaidah Ali.
KH. Ali Maksum merupakan sosok yang penyayang kepada keluarga baik kepada istri tercinta maupun kepada anak-anaknya banyak cerita keharmonisan beliau bersama keluarga.
Artikel ini belum selesai, ikuti artikel KH. Ali Maksum selanjutnya.
Wallahu a'lam bisshowab
subhanallah. keluasan ilmu yang bermanfaat untuk umat.
ReplyDelete