Perjalanan Pesantren dari Masa Ke Masa - Muhibbin Pecinta Ulama

Home Top Ad

Pasang Iklan Hub, WA 082198421327

Post Top Ad

Thursday, July 11, 2019

demo-image

Perjalanan Pesantren dari Masa Ke Masa

Pasang Iklan Hub, WA 082198421327
upacara-bendera-santri

Menurut pendataan yang di lakukan oleh Depag tahun 1984-1985, Pesantren tertua didirikan pada tahun 1962 di Pemekasan Madura dengan nama pesantren Jan Tapes II (dua) tetapi ini bisa di ragukan karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I (satu) yang lebih tua, menurut pemahaman yang sudah mapan, bahwa keberadaan pesantren tak lepas dari pengaruh da’wah Wali Songo di abad 1516 di jawa yaitu adalah figur Maulana Malik Ibrahim yang di yakini oleh santri Jawa, sebagai spiritul father Wali Songo, ia merupakan sosok penda'wah yang menyelenggarakan lembaga pendidikan dengan melibatkan para murid-muridnya untuk mengembangkan persawahan. Tokoh ini pula yang mengilhami Pesantren Nahdlatul Wathon yang di dirikan tahun 1934 di Pancor Lombok NTB, dan kini memiliki sepuluh ribu santri.

Pada masa masa wali songo, posisi kalangan santri bisa di bilang menjadi pengendali zaman. Para wali songo yang terdiri dari ulama telah sukses mengislamkan jawa pada lini sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik. Puncak keberhasilan mereka adalah mendirikan kesultanan Islam di Demak dan Cirebon selain Giri kedaton yang di jadikan kiblat ilmu islam sampai wilayah timur Indonesia, dengan instrumen kekuasaan dan pendidikan, mereka telah berhasil menyebarkan islam hingga menjadi agama yang mayoritas di J awa, termasuk Sunda dan Madura.
Memasuki abad ke 17, yakni di masa Sultan  Agung yang merupakan penguasa terbesar Mataram tahun 1613-1645, keberadaan pesantren cukup di hargai, bahkan Sultan Agung memberikan tanah tanah perdikan (bebas pajak) bagi pengembang pesantren.
Tercatat pada masa itu terdapat 300 pesantren di jawa yang terdiri pesantren besar yaitu Takhashush dan Tharekat. Di masa ini pula ulama mendapat posisi strategis di pemerintahan, tapi ada juga yang tetap di luar sistem yaitu tinggal di pedesaan, namun sesungguhnya pesantren terus hidup dan berkembang secara mandiri.

Di abad yang sama, Kolonial Belanda masuk wilayah Nusantara lalu berkomplot dengan penguasa lokal, pada gilirannya mereka berhadaphadapan secara frontal dengan kalangan pesantren. Di masa ini pula, tercatat amangkurat I  penerus Sultan Agung bekerja sama dengan Belanda mengumpulkan 5000-6000 (lima ribu sampai enam ribu) ulama se jawa di satu lapangan lalu mereka di bantainya. " Pada masa ini pula, amangkurat menghabisi kekuasaan Giri yang merupakan simbol kekuasaan Islam menyusul runtuhnya Demak di abad sebelumnya. Masih di masa ini (masa Matara Islam) beberapa pujangga kraton ternyata jebolan dari pesantren seperti Yasadipura I ia merupakan pujangga kraton Surakarta dan juga pujangga yang bernama Ronggowarsito, ia pernah mengenyam pesantren di Tegalsari Ponorogo. Akomodasi pihak kraton mataram terhadap alumni pesantren tidak di lepas begitu saja bahkan mereka di jadikan kepentingan kraton, pesantren dengan segala khazanah islamnya di jadikan pengukuhan kekuasaan raja mataram. Tak segan-segan sultan agung di tahun 1639 mengirim utusan ke Syarif Makkah untuk memohon titel Islam, maka pada tahun 1641, sang Sultan yang semula sudah meggelari Panoto Agomo di tanah jawa, juga memperoleh gelar baru yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram dari Syarif Makkah, memang harus di akui di masa Mataram telah di ploklamirkan kalender Islam pada tahun saka 1555, kalender ini sudah di kembangkan oleh Sunan Giri di abad sebelumnya, seni budaya Islam juga mendapat penghargaan seperti sekaten dan . grebeg besar lainnya.

Dunia pesantren dan umumnya lembaga pendidikan Islam kala itu juga mengalami perkembangan secara massif dan mandiri, laporan resmi pemerintah Hindia belanda sampai tahun 1886 menyebutkan bahwa saat itu terdapat 14, 929 lembaga dengan 222, 663 siswa. Pada tahun 1899 berdiri pesantren Tebuireng Jombang yang mereiisikan dimensi ideologi, kebudayaan dan pendidikan, pendirian itu di picu oleh keinginan sang pendiri pondok tersebut yaitu KH. Hasyim Asy’ari untuk mentransmisi ilmu-ilmu yang di perolehnya di Jawa dan Timur Tengah, pada perkembangan karir dan instisusinya menjangkau dimensi politik, keberadaan pesantren Tebuireng bisa di baca sebagai bentuk perlawanan santri terhadap pengukuhan kekuatan ekonomi politik Belanda. Pesantren itu di bangun tak jauh dari pabrik gula Cukir, yang merupakan simbol ekonomi Belanda, sikap pesantrren menunjukan tindakan penolakan terhadap kehadiran kolonial Belanda, karenanya menurut cendikiawan DR. Abdurrahman Mas'ud MA, bahwa Tebuireng menjadi kiblat para dunia pesantren kala itu, sebuah Visi dan orientasi baru muncul dari pesantren ini yang tidak di miliki pesantren sebelumnya. K. Usman kakek KH. Hasyim, pendiri Pesantren Gedong di Jawa Timur sekaligus pemimpin tarekat, orientasi pesantren Gedong itu sekedar peningkatan kualitas keagamaan santri saja, sebagaimana pesantren Termas Pacitan.

Berkembangnya pesantren dalam rona politik bisa juga di pahami akibat kebijakan Hindia Belanda yang beraroma kekerasan khususnya tanam paksa yang banyak melibatkan rakyat kecil.
Akhirnya khazanah umat islam terbaik ini, terus mendapat tempat yang memadai, termasuk di dalamnya spirit islam yang bisa membawa pada dinamika bangsa lebih luas.
Dengan pesantren, islam tidak di kembangkan sekadar menjadi bingkai membangun bangsa yang berakidah kuat dan berakhlak tinggi.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages