Kh. Khotib Abdul Karim Pendiri Pp.Salafiyah Curhkates,Klompangan,Ajung,Jember |
1. PENDAHULUAN
Di jaman yang serba majemuk seperti ini, dimana kehidupan manusia sudah mencapai krisis mental yang sangat memprihatinkan, arus globalisasi dan modernisasi telah mengikis nilai–nilai islam. Hukum – hukum islam dalam kehidupan manusiapun tinggal catatan saja, sulit untuk menjadi realita. Agama seakan terkaram di dasar lautan budaya yang semakin memperbudak manusia, sehingga begitu sulit islam muncul ke permukaan untuk mengurus dunia.
Untuk menentang kehidupan yang semakin hebat ini, maka umat manusia membutuhkan seseorang yang mampu memegang tongkat komando islam. Dimana dia tidak hanya pandai dalam memerintah tapi juga menjadi suri tauladan yang bermoralkan islam di dalam kehidupan bermasyarakat. Sifat arif dan supel sungguh diperlukan bagi seorang reformis yang ingin mengubah kehidupan umat yang sudah keluar dari jalur islam. Seorang reformis tersebut tidak lain adalah KH. KHOTIB ABDUL KARIM, beliaulah salah seorang yang mampu mengatasi/ mengantisipasi arus tersebut, beliau juga telah berjasa besar dalam membangun mental anak bangsa di tanah jawa. Dengan dasar inilah maka kami pandang penting untuk menyibak tabir biografi HADRATUS SYAIKH KH. KHOTIB ABDUL KARIM selaku mu’asis pondok pesantren SALAFIYYAH dengan maksud untuk dijadikan suri tauladan bagi santri khususnya dan kepada umat muslim umumnya.
2. PUTRA DAERAH DARI JEMBER
Pada sekitar abad ke XVIII (± tahun 1845 -an M) di jember, tepatnya di daerah kaliwining, hiduplah seorang petani yang arif dan berbudi luhur pada sesama. Walaupun dari kalangan rakyat biasa, beliau termasuk tokoh karismatik. Kemandirian dan rasa tanggung jawab merupakan salah satu budi pekerti yang beliau tunjukkan, selain itu beliau juga bercita–cita untuk menjadikan keturunannya lebih baik daripada beliau. Beliau adalah bapak Syarif, putra dari jember yang mempunyai harapan besar supaya anak dan keturunannya kelak ada yang menjadi perombak, bahkan pelopor untuk mewujudkan panji-panji islam di masyarakat, yang mana pada masa itu islam sudah berkembang tapi degradasi moral di masyarakat sudah mulai tampak. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut, maka bapak Syarif mencari pendamping hidup. Selain sebagai tambatan hati, dari jalinan kedua insan itu diharapkan muncul buah hati yang akan merealisasikan cita–cita beliau.
Harapan untuk memenuhi cita – citanya terpenuhi sudah. Ratinem, seorang gadis desa menjadi pilihan beliau untuk dijadikan istri, hingga akhirnya dari ibu ratinem inilah beliau dikaruniai sembilan anak. Masing-masing adalah : Supiyah (Sarmi), Rofi’i (Safi’i), Rakimo, Karsan, Siraj (Zarkasi), Khotib, Mursiyah, Musinah, dan Musiran sebagai putra bungsu dari bapak syafif. Lengkap sudah kebahagiaan keduanya. Walaupun dalam keadaan ekonomi yang sulit, pasangan tersebut tetap memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Pada akhirnya putra keenamlah yang mampu muncul ke permukaan untuk mengangkat nama keluarga bahkan nama daerahnya, karena berkat beliau pranata kehidupan di jember mulai ada perubahan bahkan mencapai daerah lain dan beliau dikenal sebagai Muasis Ma’had “Salafiyyah” Curahkates.
Sejak dari timangan sang ibu, khotib kecil berada dalam keadaan kekurangan. Mereka hidup seperti layaknya masyarakat pada umumnya, walaupun demikian , kasih sayang dan perhatian tetap tercurahkan kepada mereka. Disiplin serta kemandirian ditanamkan sejak kecil, maka tidak heran putra – putri mereka walaupun masih kecil sudah diberi tanggung jawab dalam membantu keluarga, tentu menurut kemampuan mereka masing-masing. Disebabkan oleh didikan tersebut yang membuat khotib muda sudah mempunyai rasa disiplin, tanggung jawab serta kemandirian disertai dengan kebesaran jiwa. Khotib muda sangat bersemangat dalam menimba ilmu islam sebagai amanat orang tuanya. Dengan rasa ikhlas beliau memikul beban dibawah panji-panji kebesaran islam.
3. SEJAK KECIL BERGELUT DENGAN ILMU
Memang tiada kemuliaan tanpa perjuangan, begitupun dengan Hadratus Syaikh Khotib Abdul Karim . Sejak kecil beliau sudah dituntut menimba ilmu agama dengan motivasi dan semangat yang tinggi., sehingga beliaupun menapaki jalan hidupnya dengan ilmu. Mulai dari belajar Al-Qur’an sampai ilmu tasawufpun dijalaninya. Menuntut ilmu dari pesantren yang paling dekat sampai pesantren yang jauh dari tempat tinggalnya beliau jalani dengan sabar dan tabah, tanpa ada rasa putus asa untuk mencapai cita-cita.
Beliau pertama kali digembleng oleh seorang tokoh agama yang terkenal alim dan wara’, beliau adalah Syaikh Kholil (Mbah Kholil) Bangsalsari. Disana selain dibekali dasar-dasar ilmu agama, beliau juga dididik menjadi orang yang bertanggung jawab dengan didasari rasa patriotisme yang tinggi. Di pesantren mbah kholil tersebut, beliau belajar bermacam - macam bidang ilmu dengan rajin, tapi yang paling utama, disana beliau belajar Al-Qur’an, Fiqih dan ilmu Nahwu. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran beliau menyerap semua ilmu dengan relatif singkat jika melihat usia beliau yang masih sangat muda.
Seiring dengan berjalannya waktu, beliaupun semakin sibuk dengan ilmu yang digelutinya. Sampai kurang lebih empat tahun beliau digembleng di pesantren mbah Kholil (AIDA). Setelah dari ponpes AIDA Bangsalsari, beliau melanglang buana untuk menuntut ilmu, yang akhirnya sampai di pesantren “Darul Hikam” Bendo Kediri.
Di pesantrenn inillah kedewasaan, khzanah dan kekaromahan beliau muncul. Di Pondok Bendo beliau memfokuskan diri belajar ilmu tasawuf dan ilmu tentang arti hidup dan kehidupan. Demi mendapatkan ilmu dari Mbah Kyai muhajir (Bendo), dalam belajar beliau jalani dengan rajin dan telaten. Terbukti semua kitab yang pernah dikaji beliau penuh dengan makna, walaupun beliau sudah hafal dengan makna dari kitab tersebut, tapi beliau tetap berpegang teguh pada isi kitab Ta’limul Muta’alim, yang berbunyi :
وينبغى لطالب العلم ان يثبت ويصبر على أستاذ وعلى كتاب Øتى لايتركه أبترا
Artinya : “Seyogyanya bagi santri supaya tahan uji dan sabar, sabar dan tabah pada satu guru dan satu kitab sehingga tidak meninggalkan kitabnya dalam keadaan kosong.”
(Ta’alimul Muta’alim)
Dari bukti otentik bahwa beliau seorang yang rajin dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu adalah 4 set (1 set berisi 4 juz) dari kitab Ihya Ulumuddin beliau selama di bendo terisi penuh, tidak ada yang kosong sedikitpun. Bahkan sampai sekarangpun semua kitab-kitab Hadratus syaikh masih tertata rapi, sampai – sampai banyak kyai dan ustadz meminjam kitab beliau untuk di matla’ah ataupun di jadikan Muqobalah.
Itulah barokah ilmu yang dapat kita manfaatkan dan kita rasakan sampai sekarang dari mbah kyai Khotib serta suri tauladan beliau yang perlu kita teladani. Selain sifat-sifat tersebut diatas tadi, ada satu hal lagi yang perlu kita tiru dari sebagian sifat beliau yaitu dalam hal wira’i dan kesederhanaannya.
Sejak di pondok Bendo dari awal hingga akhir m,ondok, beliau tidak pernah menggantungkan kehidupan pada orang lain. Walaupun beliau dikirim dari rumah tapi beliau tidak pernah bergantung pada itu semua. Awal-awal memang beliau dikirim lewat pos yang berupa seikat padi (sak unting Pari, Jawa) dan sebagaian uang yang tentu sasja jumlahnya sangat kecil, tapi beliau sadar siapa dirinya dan tahu posisi keluarganya dan juga saudara beliau yang masih menjadi tanggungan orang tuanya masih banyak. Itulah bukti kesederhanaan sosok mbah kyai Khotib. Beliau menerima apa adnya, tidak pernah beliau mengejar-ngejar dunia hanya dikarenakan urusan dunia pula.
Sedangkan bukti bahwa beliau seorang wira’i adalah sewaktu mondok, beliau berteman dengan seorang yang kaya dan terpandang (Pak Jahid) dari Cilacap. Dikarenakan pak Jahid kaya , waktu beliau mengambil kiriman, beliau tidak pernah duberi sedikit, paling tidak songkok beliau penuh dengan uang, entah berapa jumlahnya beliau tidak pernah tahu, pokoknya uang itu cukup bahkan tersisa untuk biaya sebulan. Walaupun kaya, pak Jahid terkenal akan kedermawanannya, buktinya waktu berteman dengan mbah khotib, beliau selalu berkata “kang, sampean lek butuh duit, njupu’o!!” (mas, kalau kamu butuh uang silahkan ambil). Tapi selama itu pula mbah kyai khotib tidak pernah menggunakan kesempatan emas itu. Beliau tetap berpegang teguh pada pendiriannya yaitu mandiri. Hingga akhirnya beliau meninggalkan pondok tersebut.
Beliau mondok di bendo sekitar 17 tahun, selama itu pula kesan indah beliau tinggalkan untuk keluarga ndalem dan pondoknya.
4. SAKHOWAH DAN RIYADOH MBAH KYAI KHOTIB
Sifat robaniyyah yang menyatu dalam jiwa mbah kyai khotib membuat beliau selalu berlapang dada, penderma dan berbuat baik pada sesama mahluk, tidak pandang bulu pada siapa yang datang padanya. Selama bisa memberikan jalan keluar, beilau akan tetap membantu. Kebesaran jiwa dan karomah – karomah beliau tidak lepas dari riyadoh yang beliau jalani. Riyadoh adalah salah satu jalan untuk mengekang hawa nafsu yang condong menyeret manusia pada hal yang bertentangan dengan syara’ dan bila seseorang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu, disitulah akal jernih akan timbul dan bila akal sudah bisa mengendalikan nafsu , Nur Ilahi akan turun bahkan derajat kewalian akan disandangnya. Jika sudah menyandang derajat wali berarti dia kekasih Allah dan Allah akan selalu menjaganya (Ma’sum). Begitu pula mbah kyai Khotib, baliau memperoleh derajat yang begitu tinggi tidak hanya dengan berpangku tangan. Mulai dari kecil hingga tua beliau telah mengekang nafsu duniawinya demi mencapai derajat unggul di hadapan Allah. Memang beliau sejak dulu sudah dikenal sebagai ahli tirakat (Riyadoh), terbukti waktu kecil sekitar umur lima tahun beliau sudah mengurangi makan.
Pada waktu remaja, tepatnya saat mondok di Gedangan Sidoarjo, beliau menjalani puasa selama empat tahun, tahun pertama beliau menjalani puasa dengan makan, minum dan tidur, tahun kedua dijalaninya dengan makan, minum tanpa tidur. Tahun ketiga beliau jalani dengan minum an tidur tapi tidak makan, dan yang paling berat adalah tahun keempatnya yaitu puasa dengan tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Beliau menjalani riyadoh tidak hanya dengan puasa, tapi juga dengan cara lain yaitu, waktu di Bendo beliau selalu menghargai waktu, rasa disiplin seakan sudah menyatu dengan jiwanya. Barokah dan manfaat ilmu selalu beliau kejar dengan jalan mengamalkan ilmu yang telah beliau dapatkan. Suatu misal, beliau sewaktu mengaji selalu datang lebih awal dar ustadznya dan itu beliau lakukan tidak hanya satu dua kali tapi setiap waktu dan setiap saat beliau menuntut ilmu. Dan selain itu, beliau termasuk salah satu orang yang kuat menahan lapar dan ngantuk. Diceritakan dari pak Jahid (cilacap) yang adalah salah satu sahabat beliau, pak Jahid bercerita selama beliau bertholabul ilmi bersama kyai khotib, beliau belum pernah melihat mbah khotib tidur, baik siang maupun malam hari. Di pondok Bendo, mbah kyai khotib setiap soore selalu menyalakan lampu untuk belajar teman-temannya dan itu bisa diambil ibarat bahwa mbah kyai khotib senang memberi cahaya terang untuk umat. Pada saat mbah kyai khotib belum lama menjadi kyai, kabarpun sampai pada keluarga ndalem. Waktu itu ibu nyai Bendo mendengar tentang pondok curahkates, beliau berkata “Sopo Kyaine...?” (Siapa Kyainya?) dan setelah tahu pondok Curah Kates dipimpin oleh Kyai Khotib yang termasuk salah satu alumni Bendo, beliaupun berkata : “Opo Khotib sing biyen tukang ngurupke lampu kae...?” (Apa khotib yang dulu sering menyalakan lampu itu..?”). Beliaupun kagum dengan keikhlasan dan ketulusan hatinya.
Mengherankan memang, seorang kyai ternama yang telah mencetak ulama – ulama besar di Nusantara ini belum terungkap silsilah nasabnya dan sudah berapa guru yang telah beliau timba ilmunya. Diceritaka oleh mbah Shofiyah (kakak beliau), mbah kyai khotib setiap kali ada kesempatan, beliau sempatkan untuk ziarah ke makam mbah kholil (Bangkalan) yang konon merupakan salah satu guru dari mbah kyai khotib, karena beliau sempat mengkhatamkan kitab ilmu Aqil darinya. Bahkan mbah Kyai Khotib pernah tabarukan di Batu Ampar (Madura), di pondok mbah kyai Damanhuri. Semua perjalan itu beliau tempuh hanya dengan berjalan kaki. Pernah mbah Shofiyah bertanya pada beliau “Le..tekan kono kene sangumu piro?” (Dik, dari sini ke sana bawa ongkos berapa?). beliau menjawab: sing di gowo sangu opo yu..yu..! (Yang buat bekal saya apa mbak..mbak..!), mbah Shofiyah lalu bertanya : Lho..lek ngelak kepiye..? ( Kalau haus bagaimana..?) Kyai Khotib menjawab : Poko’e angger mamah godong asem la’ yo mari ngela’e..! ( mengunyah daun asam kan sudah tidak haus...!). Itulah sifat tawakal mbah Kyai Khotib, beliau begitu yakin bahwa yang membuat kenyang itu adalah Allah, dan hanya kepadaNya beliau serahkan jiwa dan raganya. Beliau tidak pernah mengeluh dengan keadaannya dan baginya keadaan ekonomi yang sulit bukanlah menjadi penghalang baginya demi meraih cita-cita.
5. PUCUK DI CINTA ULAM PUN TIBA
Hadratus Syaikh Khotib Abdul Karim adalah seorang figur santri yang termasyhur kealimanya, wibawanya, serta fatwa-fatwanya begitu Waskita (Jitu) sehingga teman-temannya pun kagum atas hal tersebut. Pada suatu saat di dusun curahkates ada seorang hartawan yang bercita-cita memiliki seorang menantu yang bisa menggantikan beliau sebagai imam masjid bahkan kyai yang kelak akan menjadikan nama curahkates harum. Beliau adalah bapak Abdullah, seorang tokoh terkenal di wilayahnya. Walaupun beliau tidak memiliki seorang putra tapi cita-cita beliau tetap tinggi untuk mewujudkan harapannya. Beliau mengangkat tiga orang anak, dua anak laki-laki dan satu perempuaan, dialah pi’i (Safi’i), Jumi (mbah Ruqoyyah), dan Almadun. Bapak Abdullah menumpukan harapannya pada putri tunggalnya yang berasal dari Kendal (Jawa Tengah).
Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, mbah Dullah (Sebutan P. Abdullah) pun mencarikan jodah untuk putri satu-satunya. Pilihan beliau adalah seorang yang mampu menjadi pemimpin rumah tangganya. Beberapa waktu kemudian terdengarlah kabar tersebut oleh santri Bendo (Bapak Toha) yang memang kebetulan dia berasal dari curahkates, dia juga teman mbah Kyai Khotib, kemudian mbah Toha memberitahu mbah Dullah seorang figur yang selama ini di idam – idamkannya, dialah mbah kyai Khotib. Tanpa pikir panjang mbah Dullah langsung menyetujuinya. Belaiu tahu kalau P. Toha adalah orang yang tahu tentang kriteria menantu yang di idam-idamkannya saat itu. Waktupun telah bergulir, persiapan akad nikah sudah bergema akan tetapi sayang seribu sayang, acara tersebut gagal karena calon pengantin pris belum siap untuk datang. Semua orang tahu bahwa mbah Kyai Khotib itu adalah insan yang Waskito, jadi beliau tahu apa yang harus diperbuat tentang jalan hidupnya. Beliau melakukan hal tersebut bukan berarti beliau egois, tapi beliau masih mencari jalan terbaik untuk masa depannya. Ternyata benar, setelah beliau bertahajud kepada Allah, kemantapan hatipun beliau raih, dalam mimpinya beliau melihat seakan di depan rumah mbah Dullah, tepatnya di masji Al Faqih itu menjadi sumber mata air yang sangat besar menyerupai lautan. Dengan berdasarkan petunjuk dari Allah itulah beliau semakin mantab dan yakin bahwa pilihannya itu benar. Dan waktupun terus berjalan hingga acara akad nikah pun siap dilaksanakan. P Toha dan P. Almadun bertindak sebagai penjemput calon mempelai pri. Aneh memang, keduanya tidak menjemput calon mempelai pria di rumahnya tapi di pondoknya.
Setelah sampai di tempat mempelai wanita (Curah kates) tepatnya sekitar tanggal 25 Juli 1936 M acarapun segera berlangsung, tidak terlihat mewah tapi kesan khidmat dan mengharukan menyelubungi hadirin yang ada pada saaat itu.
Pernikahanpun berlangsung tapi jiwa dan semangat Kyai khotib dalam menuntut ilmu tetaplah tinggi, maklum di waktu akad nikah, status beliau masih sebagai santri dan beliau masih ingin meneruskan apa yang dicita-citakannya. Setelah akad nikah berlangsung Kyai Khotib tidak langsung berbulan madu tapi beliau meneruskan tholabul ilminya di Bendo, karena beliau masih memiliki cita-cita mengkhatamkan kitab Ihya’nya, yang mana sewaktu beliau menikah sudah memasuki juz tiga. Jadi setelah menikah beliau masih melanjutkan mondoknya selama dua tahun, setelah itu beliau langsung pulang untuk membina rumah tangga.
6. BERDIRINYA PONDOK CURAHKATES
Setelah menikah dan pulang ke Curahkates Kyai khotib berniat untuk hidup mandiri dan meneruskan misi Rasullullah SAW. Sebagai orang yang berjiwa besar, arif dan mempunyai tanggung jawab yang tinggi, beliau tidak mau mengambil keputusan sendiri. Beliau meminta restu dari beberapa orang sesepuh tak terkecuali mertua beliau sendiri. Tidak lupa beliau meminta petunjuk Allah SWT dengan bermunajat dan beristikharoh kepadaNya. Dan dalam Istikharohnya beliau mendapatkan petunjuk bahwa ditempat ini, tepatnya di Masjid Al Faqih etrdapat sebuah telaga dan di telaga ini beliau melihat banyak manusia yang sedang mengambil air minum.
Dengan petunujuk tersebut, tekad beliau semakin mantap untuk menegakkan nilai – nilai islam dengan cara menyebarkan ilmu yang telah beliau pelajari selama ini. Dengan rasa ikhlas beliau bertekad untuk mengentaskan jiwa manusia yang miskin akan ilmu agama, walaupun badai terus menerpa, aral selalu menghadang, dengan sabar dan tabah beliau tetap menghadapinya dengan rasa tawakal padaNya.
Berkat kealiman dan kesabaran beliau, mulailah tampak buah dari perjuangannya, satu demi satu santripun datang untuk menimba ilmu. Hinga pada sekitar tahun 1937 M, beliau bersama santri – santrinya mulai mendirikan angkring (Gubuk) yang terbuat dari bambu didepan masjid Al Faqih yang sekarang sudah menjadi gedung madrasah. Itulah cikal bakal pondok Curahkates.
Dengan kehidupan yang sangat sederhana beliau terus berjuang memimpin dan menggembleng santri-santrinya. Karena sikap alim, wira’i dan ksesderhanaannya, beliau semakin tersohor sehingga santrinyapun semakin bertambah hingga mencapai ribuan. Bankan karena kesederhanaannya, para santri baru sering salah mengenali beliau, dikiranya beliau adalah orang biasa bukan seorang ulama besar. Seirng bertambahnya jumlah santri, maka beliau bersama para santripun mulai membangun asrama santri untuk belajar. Dengan bertambahnya santri, beliau merasa perlu untuk meminta santrinya terdahulu untuk membantu mengajar. Diantaranya, Mbah Jazuli (Kediri), Mbah Munaji (Nganjuk), Mbah Abu Mansyur dan Mbah Mahfudz (Kedunya dari Jember) serta masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan disini. Berkat perjuanagn merekalah pondok Curahkates bisa nampak ke permukaan dan mngorbitkan nama-nama besar di nusantara.
Hadratus Syaikh tersohor tidak hanya karena alim dan wira’i nya saja tapi juga karena keampuhan dan karomahnya. Contohnya beliau pernah melakukan keanehan yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia biasa, diantaranya :
Kira-kira sekitar tahun 50an, pondok curahkates akan diserang oleh gerombolan PKI, namun beliau sudah mengetahuinya dan entah apa yang beliau lakukan sehingga gerombolan tersebut kesasar ke tengah-tengah persawahan di daerah Jenggawah. Tidak hanya itu saja, pada waktu beliau menyirami tanaman tembakaunya di sawah, karena belum memiliki alat penyiram (Gembor. Jawa) akhirnya beliau meminjam ke tetangganya. Tapi belum sempat beliau menggunakan alat tersebut, alat itu sudah diambil kembali oleh pemiliknya. Dengan terpaksa beliau mengambil air dari sungai menggunakan keranjang rumput dari bambu, maka orang-orangpun terbengong melihat tingkah beliau yang aneh tersebut. Air satu keranjang tersebut bisa untuk menyirami beberapa petak sawah bahkan lebih. Dan banyak lagi keanehan – keanehan yang beliau lakukan.
7.TERLAHIRNYA SEBUAH NAMA “SALAFIYYAH”
Setelah kurang lebih 22 tahun, pondok pesantren yang didirikan Hadratus Syaikh Khotib Abdul Karim berkembang pesat sekali. Namun pondok tersebut belum memiliki nama atau simbol khusus sebagaimana pondok pesntren lainnya. Akhirnya masyarakat sekitar menyebutnya sebagai pondok pesantren Curahkates. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena pondok tersebut memang berada di dusun curahkates, yang menurut cerita dahulu banyak ditumbuhi pohon Kates (Pepaya/Gandul), sehingga diberi nama Curahkates.
Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah dan hasil istikharoh Kyai Khotib, maka pada tahun 1959 M pondok ini diberi nama “Salafiyyah”. Nama ini ditetapkan sebagai nama pondok karena pondok ini merupakan pondok yang salaf, baik dari Muasisnya (Pendiri) maupun dari metode belajar mengajarnya yang tetap dipertahankan sampai sekarang.
8. PULANG KE RAHMA-TULLAH
Hasil perjuangan panjang Hadratus Syaikh untuk meraih asanya tercapai sudah, ketelatenan beliau dalam berjuang menyiarkan Wahyu llahi kepada santri-santrinya berbuah sudah. Badai kebathilan di masyarakatpun banyak yang telah beliau redam. Dengan tongkat Amar Makruf Nahi Mungkar , beliau komandokan wasiat nabi dengan ikhitiar yang ikhlas dan tawakal kepadaNya, beliau mencetak insan muslim yang alim, amil dan ikhlas.
Sepanjang perjalanan itu beliau berjuang dengan didampingi istri tercinta, sang istri selalu memberikan motivasi (dorongan) dalam setiap langkah beliau. Selama itu pula beliau dikaruniai lima orang putra dan lima orang putri. Selang beberapa tahun kemudian yaitu pada hari sabtu sore bulan jumadil awal 1973 M, tepat setelah peletakan batu pertama Masjid Jami’ Baitul Amin (Bathok) Jember, Hadratus Syaikh Khotib Abdul Karim sebagai Muasis Ma’had Salafiyyah yang menjadi suri tauladan para santri akhirnya berpulang ke Rahmatullah.
Ø¥ِÙ†َّا لله Ùˆَإنَّا لله رَاجِعُÙˆْÙ†َ
Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kita pasti akan kembali kepadaNya.
Tapi sebelum beliau wafat, kejadian – kejadian anehpun terjadi, diantaranya : salah satu sahabat beliau di bendo yang bernama Pak Jahid (Cilacap) mendapat kabar (seminggu sebelum Hadratus Syaikh wafat) bahwa beliau telah sudah wafat. Kemudian Pak Jahid berangkat ke Curahkatesuntuk berta’ziah. Setelah sampai Curahkates, ternyata Hadratus Syaikh masih belum wafat. Dia bahkan ikut merawat beliau yang sedang sakit. Dan tidak hanya Pak Jahid saja yang mendapat kabar seperti demikian. Mereka lalu berbondong – bondong datang untuk berta’ziah , ternyata beliau masih belum wafat. Setelah Hadratus Syaikh wafat, masyarakatpun merasa sangat kehilangan. Mereka sadar bahwa hanya ulama lah yang menjadi pewaris Rasullullah SAW dalam menegakkan yang haq dan memberantas kebathilan. Hadratus Syaikh telah tiada, namun nama dan jasanya akan tetap dikenang sepanjang masa.
9. PENUTUP
Kurang lebih empat puluh tiga (43) tahun lamanya, Hadratus Syaikh Khotib Abdul Karim mengabdikan dirinya untuk menyebarkan agama islam di Curahkates. Perjalan panjang yang beliau tempuh penuh dengan tantangan dan rintangan, namun beliau tidak pernah putus asa. Dengan sabar dan tabah beliau memberantas kebathilan dan menegakkan yang haq, semua demi ‘Izzul islam Wal Muslimin (Amar Ma’ruf Nahi Mungkar). Oleh karena itu kita sebagai generasi penerus harus bersyukur jepada Allah SWT, dan harus bisa mempertahankan hasil jerih payah beliau.
Semoga Allah senantiasa meridhoi semua perjuangan beliau dan menerima beliau di sisiNya. Semoga semangat serta nilai-nilai perjuangan beliau bisa diwarisi oleh khotib-khotib muda saat ini dan di masa yang akan datang, Amin ya Robbal Alamin — bersama Ajibnu Manans.
No comments:
Post a Comment